ERIKA HIDAYATI / 4 ATP 5 / 7922
KULTUR JARINGAN TANAMAN WORTEL
Definisi
Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Teori sel atau yang lebih dikenal dengan teori totipotensi menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Sel-sel tersebut merupakan kesatuan biologis terkecil yang mempunyai kemampuan untuk mengadakan berbagai aktivitas hidup, seperti: metabolisme, reproduksi, pertumbuhan dan beregenerasi.
Tujuan pokok penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan. Dalam bidang pertanian kultur jaringan berproduksi tanaman bebas virus dengan teknik kultur meristem. Untuk produksi bahan-bahan farmasi dimana sel-sel kultur juga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan manusia dengan tingkat produksi per-unit berat kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman asalnya.
Kelebihan dan Kelemahan Teknik Kultur Jaringan
Kelebihan teknik kultur jaringan adalah :
·
Dapat memperbanyak tanaman tertentu yang
sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional.
·
Dalam waktu singkat dapat menghasilkan
jumlah bibit yang lebih besar.
·
Perbanyakannya tidak membutuhkan tempat
yang luas.
·
Dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa
mengenal musim.
·
Bibit yang dihasilkan lebih sehat dan
dapat memanipulasi genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah.
Kelemahan teknik kultur jaringan adalah
:
·
Dibutuhkannya biaya yang relatif lebih
besar untuk pengadaan laboratorium.
·
Dibutuhkan keahlian khusus untuk
mengerjakannya dan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi
aseptik.
·
Terbiasa dilingkungan hidup dengan
kelembaban tinggi dan relatif stabil sehingga perlu perlakuaan khusus setelah
aklimatisasi dan perlu penyesuaian lagi untuk kelingkungan eksternal.
Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Kentang
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah :
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman
Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan pada suatu tanaman kentang, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak.
Tanaman kentang tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta
harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman kentang indukan sumber
eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah
kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh
baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan tanaman induk kentang yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk kentang sebagai sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
Syarat-syarat eksplan yang baik :
a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
Lingkungan tanaman induk kentang yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk kentang sebagai sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
Syarat-syarat eksplan yang baik :
a. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
b. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
c. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
1. Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm
tingginya ( biasanya ukuran tunas yang bisa dipakai sebagai
eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm),bukan tunas yang baru
tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
2. Inisiasi
Kultur
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan pada tanaman kentang adalah bagian tunas.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976) tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme maupun penyakit, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan pada tanaman kentang adalah bagian tunas.
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976) tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme maupun penyakit, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas khususnya pada kentang mengandung jamur seperti fusarium.
4. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan pada kentang. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar. Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976). Eksplan tanaman kentang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
1. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan
Perkembangan Akar
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
1. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman kentang secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan. Disamping itu tanaman kentang tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada
kultur jaringan
kultur jaringan
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In
Vitro: pucuk aksilar, pucuk
adventif, embrio
somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2.Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan
awal untuk perbanyakan
tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah
genotipe/varietas, umur
eksplan, letak pada cabang, dan seks
(jantan/betina). Bagian
tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan
adalah pucuk muda, batang
muda, daun muda, kotiledon, hipokotil,
endosperm, ovari muda,
anther, embrio, dan lain-lain.
3.Media Tumbuh
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk
fisik media. Terdapat 13 komposisi media
dalam kultur jaringan,
antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody
Plant Medium (WPM), Knop,
Knudson-C, Anderson dll. Media yang
sering digunakan secara
luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah
konsentrasi, urutan
penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur
tertentu. Jenis yang
sering digunakan adalah golongan Auksin seperti
Indole Aceti
Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA
dan Indole Acetic
Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin,
Benziladenin (BA),
2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan
Gibberelin seperti
GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol,
Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman
meliputi temperatur,
panjang penyinaran, intensitas penyinaran,
kualitas sinar, dan
ukuran wadah kultur.
Kesimpulan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas.
· Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif.
· Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon.
· Dalam praktikum kultur jaringan ini menggunakan emplur wortel hal ini di
karenakan dalam penanamannya mudah, dan bahan mudah di dapat.
· Dari hasil pengamatan selama 3 hari ternyata tidak ada tanda-tanda tunas
baru. Hal ini dikarenakan terkontaminasi, mungkin dalam penanaman eksplan
kurang hati-hati dan kurang steril maka praktikum kali ini tidak membuahkan
hasil.
SUMBER: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://artikelrisna.blogspot.com/2013/02/kultur-jaringan-wortel.html